Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
Tafsir Ayat Dakwah
Dosen Pengampu: Dra. Anisah Indriati, M.Si.
Dosen Pengampu: Dra. Anisah Indriati, M.Si.
Disusun oleh:
Abdul Aziz (13210013)
Abdul Aziz (13210013)
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
Kata Pengantar
Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah swt.,
yang mana atas limpahan rahmat, hidayah, taufiq, serta inayah-Nya makalah ini
dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Rasulullah saw. yang telah menyampaikan risalah-Nya kepada kita semua.
Terima kasih kepada dosen pengampu yaitu Ibu
Dra. Anisah Indriati, M.Si. selaku pembimbing Mata Kuliah Tafsir Ayat Dakwah
yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “Sasaran
Dakwah berdasarkan QS. At-Tahrim: 6, QS. An-Nisa’: 136 dan QS. Ali ‘Imran: 64” ini.
Dalam pembuatan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita,
dan penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran dari para pembaca. Karena
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Yogyakarta,
22 Februari 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II: PEMBAHASAN
A. Teks dan Terjemah Ayat ......................................................................... 3
B. Asbab an-Nuzul Ayat.............................................................................. 4
C. Penjelasan dan Tafsir Ayat ..................................................................... 7
D. Kandungan Ayat tentang Sasaran Dakwah ............................................ 12
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 15
B. Saran ....................................................................................................... 15
Daftar Pustaka .................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan suatu proses penyampaian
pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan oleh seorang da’i
(pendakwah) kepada mad’u (penerima pesan dakwah) dengan tujuan agar mad’u
memenuhi ajakan tersebut. Secara umum pesan-pesan yang disampaikan tersebut
berupa ajaran-ajaran Islam (aqidah, syari’ah dan akhlak) dan terutama
tentang amar ma’ruf (mengajak kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah
kepada kemungkaran).
Dalam proses dakwah ini terdapat beberapa unsur penting di dalamnya, yaitu:
da’i, materi dakwah, mad’u, media dan efek dakwah. Dalam proses tersebut
tentunya akan ada berbagai kendala
yang akan mempersulit proses dakwah, baik itu dari da’i, mad’u, materi dakwah ataupun unsur yang lain. Selain itu, kurangnya pemahaman serta penguasaan kelima unsur ini bisa berdampak terhadap dakwah yang mana tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, kelima unsur tersebut harus diperhatikan dan dipelajari agar dakwah bisa terlaksana dengan baik.
yang akan mempersulit proses dakwah, baik itu dari da’i, mad’u, materi dakwah ataupun unsur yang lain. Selain itu, kurangnya pemahaman serta penguasaan kelima unsur ini bisa berdampak terhadap dakwah yang mana tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, kelima unsur tersebut harus diperhatikan dan dipelajari agar dakwah bisa terlaksana dengan baik.
Dalam makalah ini akan dibahas secara khusus mengenai sasaran dakwah
(mad’u) berdasarkan perspektif al-Qur’an. Ada banyak ayat yang menjelaskan
tentang sasaran atau obyek dakwah tersebut baik secara eksplisit maupun
implisit. Namun, hanya akan diambil tiga ayat dari beberapa ayat tersebut,
yakni al-Qur’an: QS. At-Tahrim ayat 6, QS. An-Nisa’ ayat 136 dan QS. Ali ‘Imran
ayat 64. Dan makalah ini disusun berdasarkan kandungan dari ayat-ayat ini untuk
mempelajari tentang sasaran dakwah tersebut.
Untuk mempelajari ketiga ayat al-Qur’an tersebut, penulis menghimpun
berbagai pendapat dan penafsiran beberapa ulama dan pakar tafsir dalam makalah
ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
maka rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana terjemah dan teks ayat?
2. Apa asbab an-nuzul dari ayat?
3. Bagaimana penjelasan dan tafsir ayat?
4. Apa kandungan ayat tentang sasaran dakwah?
C. Tujuan Penulisan
Setiap penelitian pasti memiliki tujuan dan
tujuan tersebut harus tercapai, adapun tujuan penelitian dalam makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana terjemah dan teks ayat
2. Untuk mengetahui apa asbab an-nuzul dari ayat
3. Untuk mengetahui bagaimana penjelasan dan tafsir ayat
4. Untuk mengetahui apa kandungan ayat tentang sasaran dakwah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teks dan Terjemah Ayat
a. QS. At-Tahrim: 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (التحريم: ٦)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrîm: 6)
b. QS. An-Nisa’: 136
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ
مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا (النساء: ١٣٦)
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisâ’: 136)
c. QS. Ali ‘Imran: 64
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ
بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا
اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (آل عمران: ٦٤)
“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:
"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)".” (QS. Âl-´Imrân: 64)
B. Asbab an-Nuzul Ayat
a. QS. At-Tahrim: 6
Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas, ia berkata
telah berkata Umar, “Istri-istri Nabi saw. bersepakat untuk mogok terhadap
beliau. Lalu aku berkata, mudah-mudahan jika beliau telah menceraikan mereka,
Allah akan memberi ganti untuk beliau istri-istri yang lebih baik dari kamu
semua. Lalu turunlah ayat ini.[1]
Telah diriwayatkan dari Anas, dari Umar ra. berkata,
“Telah sampai kepadaku dari sebagian ibu-ibu kita bahwa ibu-ibu kaum muslimin
berlaku keras dan menyakiti Rasulullah saw. lalu aku menemui mereka satu
persatu untuk aku nasehati dan aku larang agar tidak menyakiti Rasulullah saw.
Dan aku katakan, ‘Jika kamu menolak maka Allah akan memberikan kepadanya ganti
yang lebih baik dari pada kamu.’ Sehingga akupun datang kepada Zainab, ia
mengatakan, ‘Wahai Ibnul Khattab, sesungguhnya Rasulullah tidak pernah
menasehati istri-istrinya sehingga engkau yang akan menasehati mereka?” Lalu
Allah menurunkan ayat ini.[2]
b. QS. An-Nisa’: 136
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Abdu ‘I-Lah bin Salam, Asad dan Usaid yang keduanya putra
Ka’ab, Tsa’labah bin Qais, Salam bin saudara perempuan Abdu ‘I-Lah bin Salam,
dan Yamin bin Yamin. Mereka datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata, “Kami
beriman kepadamu dan kitabmu, kepada Musa dan Taurat, dan kepada ‘Uzair; tetapi
kami ingkar kepada selain kitab-kitab dan rasul-rasul itu”. Maka, Rasulullah
saw. bersabda, “Bahkan, hendaknya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
Muhammad, beserta kitab-Nya, al-Qur’an, dan seluruh kitab yang diturunkan
sebelum itu.” Mereka berkata, “Kami tidak akan melakukannya”. Maka turunlah ayat
ini, kemudian mereka semua beriman.[3]
Dikatakan, bahwa khitab ini diarahkan kepada kaum
Mu’minin secara keseluruhannya, dan maknanya adalah: hendaklah kalian bertambah
tenang dan yakin di dalam beriman, dan berimanlah kalian kepada Rasul-Nya yang
merupakan penutup para Nabi, kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya, dan
kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul sebelumnya. Sebab, belum
pernah Allah membiarkan para hamba-Nya dalam masa kapan pun dalam keadaan tidak
menerima keterangan dan petunjuk.[4]
c. QS. Ali ‘Imran: 64
Muhammad Nasib ar-Rifa’i mengatakan bahwa Ia telah
menceritakan dalam syarah Bukhari dalam peiwayatannya dari jalan az-Zuhri
dengan sanad yang sampai kepada Abu Sufyan, dalam kisah bertemunya Sufyan
dengan Kaisar. Kaisar menanyai Sufyan ihwal keturunan, sifat, dan
penampilan Rasulullah serta apa yang
diserukannya. Maka, Sufyan menceritakan keseluruhannya secara jelas, padahal
pada saat itu Abu Sufyan seorang yang musyrik. Dia belum masuk Islam. Hal itu
terjadi setelah perjanjian Hudaibiyah dan sebelum penaklukan Mekah, sebagaimana
hal itu dijelaskan dalam hadits Bukhari. Tujuan kisah itu ialah Bukhari ingin
meriwayatkan demikian: Kemudian disampaikanlah surat dari Rasulullah saw. lalu
Kaisar membacanya, yang isinya,
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ إلَى
هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ، سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى، أَمَّا بَعْدُ،
فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الإِسْلاَمِ؛ أَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ
مَرَّتَيْنِ، فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الأَرِيسِيِّينَ، وَ(يَا
أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ
نَعْبُدَ إِلاَّ اللَّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا
أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ)
“Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad Rasulullah untuk
Heraklius pembesar Romawi. Semoga keselamatan dilimpahkan kepada oang yang
mengikuti petunjuk. Amma ba’du.masuk islamlah niscaya Allah memberimu pahala
dua kali. Jika kamu berpaling maka kamu akan memiul dosa kaum arisiyyin.
Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah,
kita tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun, dan sebagian kita tidak
menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah, ‘Saksikanlah bahwa
kami adalah orang-orang yang berserah diri.’”[5]
Ibnu Ishak dan yang lainnya mengatakan bahwa awal surah Ali ‘Imran sampai
80 ayat yang pertama diturunkan berkaitan dengan utusan Najran. Az-Zuhri
mengatakan, “Mereka adalah orang yang pertama kali menyerahkan jizyah.”
Tidak diragukan lagi bahwa ayat jizyah diturunkan setelah penaklukan
Mekah. Lalu, apa hubungannya antara penyatuan ayat 64 ke dalam keseluruhan isi
surat untuk Heraklius, serta kaitannya dengan pendapat Ibnu Ishak dan az-Zuhri?
Jawabannya adalah dapat diberikan dari berbagai aspek. (1) Kemungkinan ayat itu
diturunkan dua kali: sebelum Hudaibiyah dan setelah penaklukan Mekah. (2)
Permulaan surah Ali ‘Imran hingga surat ini diturunkan berkaitan dengan utusan
Najran. Jadi, ayat ini diturunkan sebelum peristiwa itu. (3) Datangnya utusan
Najran kemungkinan terjadi sebelum Hudaibiyah dan memilih perdamaian daripada
ber-mubahalah, tanpa membayar jizyah. (4) Kemungkinan bahwa
tatkala Rasulullah saw. menyuruh menulis ayat ini dalam suratnya kepada
Heraklius, ayat itu belum diturunkan. Kemudian ayat 64 ini diturunkan
bertepatan dengan pendiktean surat Nabi saw..[6]
C. Penjelasan dan Tafsir Ayat
a.
QS. At-Tahrim: 6
Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka,” yaitu kamu perintahkan dirimu dan
keluarganya yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan
sahaya laki-laki untuk taat kepada Allah. Dan, kamu larang dirimu beserta semua
orang yang berada di bawah tanggung jawabmu untuk tidak melakukan kemaksiatan
kepada Allah. Kamu ajari dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah
Allah. Kamu perintahkan mereka untuk melaksanakannya dan kamu bantu mereka
dalam merealisasikannya. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada
Allah maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim,
yaitu mengajarkan kepada orang yang berada di bawah tanggung jawabnya segala
sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta’ala kepada mereka.[7]
Makna ayat di atas sejalan dengan sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Saburah bahwa Rasulullah saw.
bersabda,
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ
إذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ فَإذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبوْهُ
عَلَيْهَا
“Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila telah
mencapai usia tujuh tahun. Bila telah mencapai umur sepuluh tahun, pukullah
mereka bila tidak mau mengerjakannya.”
Lafal hadits ini dari Abu Dawud, dan Tirmidzi mengatakan,
“ Ini adalah hadits hasan.” Para ahli fiqh mengatakan, demikian pula halnya
dengan puasa, agar anak-anak terlatih dalam melakukan peribadatan sehingga di
kala mereka dewasa nanti mereka akan tetap menjalani hidup dengan ibadah dan
ketaatan, menjauhi kemaksiatan dan meninggalkan kemungkaran.[8]
Telah diriwayatkan, bahwa Umar berkata ketika turun ayat
itu, “Wahai Rasulullah, kita menjaga diri sendiri. Tetapi bagaimana kita
menjaga keluarga kita?” Rasulullah saw. menjawab, “Kamu larang mereka
mengerjakan apa yang dilarang Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka
apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Itulah penjagaan antara diri mereka
dengan neraka.”[9]
Telah dikeluarkan oleh Ibnul Munzir dan Al-Hakim di dalam
Jama’ah Akharin, dari Ali Karramallahu Wajhah, bahwa dia mengatakan
tentang ayat itu, “Ajarilah dirimu dan keluargamu kebaikan dan didiklah
mereka.”[10]
Allah swt. berfirman, “Yang bahan bakaranya adalah
manusia dan batu,” yaitu yang kayu bakarnya terdiri atas manusia dan jin.
“Al-Hijarah” dalam ayat ini ada yang mengatakan sebagai patung-patung yang
mereka disembah. Ibnu Mas’ud dan yang lain mengatakan, “Batu belerang.” Dan
ditambahkan oleh Mujahid, “Batu yang baunya lebih busuk daripada bangkai.”
Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.[11]
Firman Allah swt., “Penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar,” yaitu yang tabiatnya kasar. Allah telah mencabut dari hati-hati
mereka rasa kasih sayang terhadap orang-orang kafir. “Yang keras,” yaitu
susunan tubuh mereka sangat keras, tebal, dan penampilannya yang mengerikan.
Wajah-wajah mereka hitam dan taring-taring mereka menakutkan. Tidak tersimpan
dalam hati masing-masing mereka rasa kasih sayang terhadap orang-orang kafir,
walaupun sebesar biji dzarrah.[12]
Allah berfirman, “Yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” Yaitu, mereka tidak pernah menangguhkan bila datang
perintah dari Allah walaupun sekejap mata, padahal mereka bisa saja melakukan
hal itu dan mereka tidak mengenal lelah. Mereka itulah para malaikat Zabaniah –
kita berlindung kepada Allah dari mereka.[13]
b.
QS. An-Nisa’: 136
Firman Allah swt. يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا آمِنُوْا , ayat ini diturunkan dan ditujukan untuk semua orang yang beriman,
makna ayat tersebut adalah wahai orang-orang yang berbuat benar, tunjukkan
kebenaran yang kalian lakukan dan teruslah kalian berada pada garis kebenaran
itu, وَالْكِتَابِ الَّذِى
نَزَّلَ عَلَى رَسُوْلِهِ “Dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya,” maksudnya adalah al-Qur’an, وَالْكِتَابِ الَّذِى أُنْزِلَ مِنْ قَبْلُ “Serta Kitab yang Allah
turunkan sebelumnya,” artinya kepada setiap
kitab yang diturunkan kepada para Nabi. Ibnu Katsir, Abu Umar, dan Ibnu ‘Amir
membaca dengan Qira’ah “nuzzila”, dan “unzila” dengan harakat
dhammah, sedangkan yang lain membacanya dengan Qira’ah “nazzala” dan “anzala”
dengan harakat fathah, pendapat lain mengatakan, bahwa ayat ini diturunkan
kepada orang yang beriman kepada Muhammad dari kalangan para Nabi terdahulu.
Pendapat lain mengatakan bahwa khitab ayat ini ditujukan kepada orang-orang
munafik, makna ayat menurut kelompok ini adalah wahai orang-orang yang beriman
secara zhahir, murnikanlah keimananmu kepada Allah. Pendapat lain mengatakan
bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang musyrik, makna ayat
menurut golongan ini adalah wahai orang-orang yang beriman kepada Latta, Uzza
dan Thaghut (syeitan), berimanlah kalian kepada Allah, dan percayalah
kalian kepada Allah juga kepada kitan-kitab-Nya.[14]
Allah Ta’ala menyuruh hamba-hamba-Nya yang beriman supaya
masuk ke dalam syari’at, cabang, dan rukun iman. Perintah ini bukan berarti
mengadakan sesuatu yang sudah ada, namun merupakan penyempurnaan dan pengokohan
terhadap sesuatu yang sempurna serta melestarikannya, sebagaimana yang
dikatakan oleh seorang mukmin dalam shalatnya, “tunjukkanlah kami ke jalan
yang lurus” yang berarti perlihatkanlah kepada kami, tambahkanlah hidayah
pada kami, dan kokohkanlah kami di atasnya. Maka Allah menyuruh mereka beriman
kepada Dia dan Rasul-Nya.[15]
Firman Allah Ta’ala, “Dan kepada al-Kitab” yakni
al-Qur’an “yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kepada al-Kitab yang
telah diturunkan sebelumnya.” “Al-Kitab” di sini merupakan jenis
yang mencakup seluruh kitab terdahulu. Terhadap al-Qur’an, Allah mengatakan nazzala
karena Dia menurunkannya kelompok demi kelompok dan bagian demi bagian
menurut peristiwa yang ada dan selaras dengan apa yang dibutuhkan oleh hamba
dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Adapun kitab-kitab terdahulu diturunkan
sekaligus. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Dan kepada Kitab yang telah
diturunkan sebelumnya.” Kemudian Allah berfirman, “Barangsiapa yang
kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rasul-Nya, dan hari akhir,
maka sesungguhnya dia telah sesat dengan sejauh-jauhnya,” yakni
sesungguhnya dia telah keluar dari jalan hidayah dan sangat menyimpang jauh
dari tujuan.[16]
c.
QS. Ali ‘Imran: 64
Selesai sudah Nabi Muhammad saw. menghadapi delegasi
Kristen Najran, tetapi Ahl al-Kitab bukan hanya mereka, Ahl al-Kitab terdiri
dari semua orang-orang Yahudi dan Nasrani, bahkan sementara ulama memasukkan
dalam pengertiannya kelompok yang diduga memiliki kitab suci. Ahl al-Kitab ada
yang bertempat tinggal di Medinah, atau di daerah-daerah lain, maka terhadap
mereka semua, bahkan sampai akhir zaman, pesan ayat ini dianjurkan.[17]
Sedemikian besar kesungguhan dan keinginan
Nabi Muhammad saw. agar orang-orang Nasrani menerima ajakan Islam, maka Allah
swt. memerintahkan beliau untuk mengajak mereka dan semua pihak dari Ahl
al-Kitab termasuk orang-orang Yahudi agar menerima satu tawaran yang sangat
adil, tetapi kali ini dengan cara yang lebih simpatik dan halus dibandng dengan
cara yang lalu. Ajakan ini, tidak memberi sedikit pun kesan kelebihan pun bagi
beliau dan umat Islam, beliau diperintah Allah mengajak dengan berkata: “Wahai
Ahl al-Kitab,” demikian panggilan mesra yang mengakui bahwa mereka pun
dianugerahi Allah kitab suci tanpa menyinggung perubahan-perubahan yang mereka
lakukan, “Marilah menuju ke ketinggian.” Kata ketinggian dipahami
dari kata (تعالوا) ta’alaw yang terambil dari kata yang berarti tinggi.
Marilah menuju ke ketinggian, yaitu suatu kalimat ketetapan yang lurus,
adil yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, karena itulah
yang diajarkan oleh para nabi dan rasul yang kita akui bersama, yakni tidak
kita sembah kecuali Allah, yakni tunduk patuh lagi tulus menyembah-Nya
semata dan tidak ada persekutukan Dia dengan sesuatu apa pun serta
dengan sedikit persekutuan pun, dan tidak pula sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selan Allah, yakni kita
tidak menjadikan para pemimpin agama kita menghalalkan atau mengharamkan
sesuatu yang tidak dihalalkan atau diharamkan oleh Allah. Jika mereka
berpaling menolak ajaran ini – walaupun hal penolakan mereka diragukan
mengingat jelasnya bukti-bukti. Ini dipahami dari kata (إن) in yang digunakan ayat ini – maka katakanlah:
‘Saksikanlah, ketahuilah dan akuilah bahwa kami adalah orang-orang
muslim yang berserah diri kepada Allah’, sebagaimana yang diajarkan oleh
Nabi Ibrahim as.”[18]
Pernyataan terakhir ini dipahami oleh
sementara mufasir bermakna, “Jika mereka berpaling menolak ajaran ini, maka
semua dalil telah membuktikan kekeliruan kalian, dan dengan demikian kalian
harus mengakui bahwa kami – bukan kalian – orang-orang yang benar-benar muslim,
yakni menyerahkan diri kepada Allah sebagaimana yang diajarkan oleh Ibrahim as.
dan diwasiatkan olehnya.”[19]
Pernyataan ini juga dapat bermakna, “Kalau
kalian berpaling dan menolak ajakan ini, maka saksikan dan akuilah bahwa kami
adalah orang-orang muslim, yang akan melaksanakan secara teguh apa yang kami
percayai. Pengakuan kalian akan eksistensi kami sebagai muslim – walau
kepercayaan kita berbeda – menuntut kalian untuk membiarkan kami melaksanakan
tuntunan agama kami. Karena kami pun sejak dini telah mengakui eksistensi
kalian tanpa kami percaya apa yang kalian percayai. Namun demikian kami
mempersilahkan kalian melaksanakan agama dan kepercayaan kalian.” (لكم دينكم ولي
دين) lakum dinukum wa liya din/ bagimu agamamu
bagiku agamaku.[20]
D. Kandungan Ayat tentang Sasaran Dakwah
Dalam surat at-Tahrim ayat enam ini firman Allah
ditujukan kepada orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya kemudian
keluarganya dari siksa api neraka. Oleh karena itu kita diwajibkan untuk taat
kepada-Nya agar kita selamat dari siksa-Nya.
Kalimat perintah
dalam ayat ini menggambarkan bahwa sebagai orang yang beriman, kita wajib
berdakwah. Dan kegiatan dakwah tersebut harus dimulai dari diri sendiri.
Setelah kita mampu mengoreksi diri sendiri dengan pesan-pesan dakwah, maka kita
diwajibkan untuk berdakwah kepada orang lain. Sesuai dengan ayat ini, maka yang
harus diutamakan adalah berdakwah kepada keluarga terdekat terlebih dahulu. Karena keluarga adalah unsur paling dasar bagi
terbentuknya umat. Dan dari umat tersebut akan terbentuk masyarakat Islam.
Caranya adalah membina diri kita terlebih dahulu dalam
mendalami ajaran-ajaran Islam kemudian setelah kita mampu melaksanakannya, maka
kita wajib mendakwahkan kepada keluarga terdekat kita mulai dari orang tua,
istri, anak, adik, kakak dan karib kerabat, dan seterusnya. Semua itu adalah
tanggung jawab kita. Oleh karena itu, sebagai orang yang beriman kita tidak
boleh pasif.
Sementara
itu, dalam surat an-Nisa’ ayat 136 Allah swt. menyeru kaum Muslimin agar mereka
tetap beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad saw., kepada al-Qur’an
yang diturunkan kepadanya, dan kepada Kitab-kitab yang diturunkan kepada
Rasul-rasul sebelumnya. Kemudian Allah swt.
mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya.
Ayat ini juga menekankan bahwa iman kepada Kitab-kitab Allah dan kepada
Rasul-rasul-Nya, adalah satu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tidak
boleh beriman kepada sebagian Rasul dan Kitab saja, tetapi mengingkari bagian
yang lain seperti dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila ada
orang yang mengingkari sebagian Kitab, atau sebagian Rasul, maka hal itu
menunjukkan bahwa ia belum meresapi hakikat iman itu, karena itu imannya tidak
dapat dikatakan iman yang benar, bahkan suatu kesesatan yang jauh dari
bimbingan hidayah Tuhan.
Oleh karena itu, berdakwah kepada orang-orang yang telah beriman juga
penting agar bertambah keimanan dan ketaqwaannya. Karena keimanan seseorang
bisa bertambah dan berkurang. Selain itu, iman adalah hal yang tidak sederhana.
Iman yang sempurna harus ditempuh melalui jalan yang panjang. Iman juga harus
diperkokoh agar tidak goyang saat menghadapi cobaan.
Kemudian
dalam surat ‘Ali ‘Imran ayat 64 Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad
saw., agar berdialog dengan ahli kitab Yahudi dan Nasrani secara adil untuk
menemukan persamaan dari ajaran yang telah dibawa oleh para rasul dan kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka.
Kemudian Allah swt. menjelaskan maksud ajakan itu, yaitu agar mereka tidak
menyembah selain Allah serta tidak mempersekutukan-Nya.
Dapat diambil kesimpulan bahwa Allah mewajibkan untuk berdakwah kepada ahli
kitab. Jadi, dakwah bukan hanya kepada orang seagama saja akan tetapi juga
antar lintas agama. Meski penolakannya akan lebih berat dari dakwah kepada
sesama muslim. Karena pada dasarnya umat terdahulu juga memiliki ajaran yang
sama dengan umat muslim, yakni ajaran tauhid sebagaimana yang telah dijelaskan
secara eksplisit melalui ayat tersebut. Tetapi, sumber perpecahan adalah karena
mereka mengikuti kepala-kepala agama dalam hal hukum yang telah mereka
tetapkan. Kemudian, mereka menjadikannya sederajat dengan hukum-hukum yang
diturunkan di sisi Allah.[21]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ayat-ayat tersebut dapat diambil
kesimpulan mengenai obyek dakwah antara lain:
-
Dakwah harus dimulai dari diri sendiri.
-
Mad’u yang harus diutamakan setelah diri
sendiri adalah keluarga terdekat.
-
Penting adanya dakwah kepada sesama muslim dan
orang yang telah beriman untuk meningkatkan serta memperkokoh keimanan dan
ketaqwaan.
-
Dakwah bukan hanya kepada orang yang seagama
akan tetapi juga lintas agama. Karena pada dasarnya ajaran yang dibawa rasul
mereka adalah sama, yakni tauhid. Namun, terjadi penyelewengan ajaran diantara
mereka.
B. Saran
Hendaknya dalam berdakwah kita memeperhatikan
unsur-unsur yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah tentang sasaran dakwah. Penting
untuk memahami dan mempelajari secara menyeluruh tentang sasaran dakwah sesuai
petunjuk al-Qur’an. Karena keberhasilan dakwah juga tergantung padanya.
Daftar Pustaka
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, 1993. Terjemah Tafsir al-Maraghi 28. Semarang:
PT Karya Toha Putra.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, 1993. Terjemah Tafsir al-Maraghi 5. Semarang:
PT Karya Toha Putra.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, 1993. Terjemah Tafsir al-Maraghi 3. Semarang:
PT Karya Toha Putra.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam, 2008. Tafsir al-Qurthubi 5. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, 1999. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir 1. Jakarta: Gema Insani Press.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, 1999. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir 4. Jakarta: Gema Insani Press.
Quthub, Sayyid, 2000. Tafsir fi Zhilalil Qur’an: di bawah Naungan
al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Shihab, M. Quraish, 2006. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an 2. Jakarta: Lentera Hati.
[1] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir al-Maraghi 28, hal. 258.
[2] Ibid.
[3] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir al-Maraghi 5, hal. 301.
[5] Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari
Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 1, hal. 401.
[6] Ibid.
[7] Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari
Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 4, hal. 560.
[9] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Op.Cit,
hal. 261.
[10] Ibid.
[11] Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, Op.Cit, hal.
561.
[14] Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir
al-Qurthubi 5, hal.983-984.
[15] Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, Op.Cit, hal.
616-617.
[17] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an 2, hal. 114.
[19] Ibid, hal.
115.
[20] Ibid.
[21] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir al-Maraghi 3, hal. 309.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar