TAREKAT DALAM
ILMU TASAWUF
ILMU TASAWUF
Dosen Pengampu: Muhammad Hafiun, Drs., M.Pd.
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
Kata Pengantar
Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah
SWT, atas limpahan rahmat, hidayah, taufiq, serta inayah-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan ke
hadirat Rasulullah saw. yang membimbing kita menuju jalan yang diridhoi
oleh-Nya.
Terima kasih kepada dosen pengampu yaitu Bapak
Muhammad Hafiun, Drs., M.Pd. selaku pembimbing Mata Kuliah Akhlak/Tasawuf yang
telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “Tarekat dalam
Ilmu Tasawuf” ini. Dalam pembuatan makalah ini penulis telah berusaha
semaksimal mungkin agar dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita,
dan penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran dari para pembaca. Karena
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Yogyakarta, 2 Januari 2014
Penulis,
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Makalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
BAB II: PEMBAHASAN
A. Pengertian Tarekat ................................................................................... 3
B. Unsur-unsur Tarekat ................................................................................. 4
C. Tujuan Tarekat ......................................................................................... 5
D. Sejarah dan Perkembangan Tarekat ......................................................... 7
E. Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia ................................................ 8
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... ... 21
B. Saran ........................................................................................................ 22
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tarekat merupakan bagian dari ilmu tasawuf. Namun tak semua orang yang
mempelajari tasawuf terlebih lagi belum mengenal tasawuf akan faham sepenuhnya
tentang tarekat. Banyak orang yang memandang tarekat secara sekilas akan
menganggapnya sebagai ajaran yang diadakan di luar Islam (bid’ah), padahal
tarekat itu sendiri merupakan pelaksanaan dari peraturan-peraturan syari’at
Islam yang sah. Namun perlu kehati-hatian
juga karena tidak sedikit tarekat-tarekat yang dikembangkan dan dicampuradukkan
dengan
ajaran-ajaran yang menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Oleh sebab itu, perlu diketahui bahwa ada pengklasifikasian antara tarekat muktabarah (yang dianggap sah) dan ghairu muktabarah (yang tidak dianggap sah).
ajaran-ajaran yang menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Oleh sebab itu, perlu diketahui bahwa ada pengklasifikasian antara tarekat muktabarah (yang dianggap sah) dan ghairu muktabarah (yang tidak dianggap sah).
Memang seluk-beluk tarekat tidak bisa dijabarkan dengan mudah karena setiap
tarekat-tarekat tersebut memiliki filsafat dan cara pelaksanaan amal ibadah
masing-masing. Oleh karena itu, penulis berusaha menjelaskan tentang tarekat
dalam makalah ini. Meskipun makalah ini tidak bisa memuat hal-hal yang
berkaitan dengan tarekat secara menyeluruh, tapi paling tidak makalah ini cukup
mampu untuk memperkenalkan kita pada terekat tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
maka rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa pengertian tarekat?
2. Apa saja unsur-unsur tarekat?
3. Apa tujuan tarekat?
4. Bagaimana sejarah dan perkembangan tarekat?
5. Apa saja tarekat-tarekat yang muktabarah di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pasti memiliki tujuan dan tujuan tersebut harus tercapai,
adapun tujuan penelitian dalam makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa pengertian tarekat
2. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur tarekat
3. Untuk mengetahui apa tujuan tarekat
4. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan tarekat
5. Untuk mengetahui apa saja tarekat-tarekat muktabarah di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tarekat
Istilah tarekat diambil dari bahasa Arab thariqah
yang berarti jalan atau metode. Dalam terminologi sufistik, tarekat adalah
jalan atau metode khusus untuk mencapai tujuan spiritual.[1]
Secara terminologis, menurut Mircea Aliade, kata thariqah digunakan dalam
dunia tasawuf sebagai jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Atau, metode psikologis-moral dalam membimbing seseorang
untuk mengenali Tuhannya. Sedangkan J.S. Trimingham menyatakan bahwa tarekat
adalah “a practical method (other terms were madhhab, ri’ayah and suluk) to
guide a seeker by tracing a way of thought, feeling and action, leading a
succession of stages (maqamat, an integral association with psycological
experience called ‘states,’ ahwal) to experience of Divine Reality (haqiqa)”
–metode praktis (bentuk-bentuk lainnya, mazhab, ri’ayah dan suluk) untuk
membimbing murid dengan menggunakan pikiran, perasaan dan tindakan melalui
tingkatan-tingkatan (maqamat, kesatuan yang utuh dari pengalaman jiwa yang
disebut ‘states,’ ahwal) secara beruntun untuk merasakan hakikat Tuhan.”[2]
Adapun “thariqat” menurut istilah ulama Tasawuf:
1. “Jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih dan Tasawuf.”
2. “Cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai suatu tujuan.”[3]
Berdasarkan beberapa definisi yang tersebut di atas, jelaslah bahwa
thariqat adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah,
dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih dan Tasawuf.[4]
Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas.
Pada masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka
dan beberapa murid ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa
tarekat itu mensistematiskan ajaran dan metode-metode tasawuf. Guru tarekat
yang sama mengajarkan metode yang sama, zikir yang sama, muraqabah yang sama.
Seorang pengikut tarekat akan memperoleh kemajuan melalui sederet amalan-amalan
berdasarkan tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat yang sama. Dari
pengikut biasa (mansub) menjadi murid selanjutnya pembantu Syaikh (khalifah-nya)
dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid).[5]
B. Unsur-Unsur Tarekat
Dalam tarekat, setidaknya ada lima unsur
penting yang menjadi dasar terbentuknya sebuah tarekat. Kelima hal tersebut
adalah:
1. Mursyid
Mursyid adalah dianggap telah mencapai tahap mukasyafah,
telah terbuka tabir antara dirinya dan Tuhan. Mursyid atau guru atau master
atau pir bertugas menemani dan membimbing para penempuh jalan spiritual
untuk mendekati Allah, seperti yang terjadi pada diri sang guru. Guru spiritual
itu kadang disebut dengan istilah thayr al-quds (burung suci) atau
Khidir. Dalam tarekat, bimbingan guru yang telah mengalami perjalanan rohani
secara pribadi dan mengetahui prosedur-prosedur setiap mikraj rohani adalah
sangat penting.[6]
2. Baiat
Baiat atau talqin adalah janji setia seorang murid kepada
gurunya, bahwa ia akan mengikuti apa pun yang diperintahkan oleh sang guru,
tanpa “reserve”.[7]
3. Silsilah
Silsilah tarekat adalah “nisbah”, hubungan guru
terdahulu sambung-menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Hal ini
harus ada sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-guru itu harus
benar-benar berasal dari Nabi. Kalau tidak demikian halnya berarti tarekat itu
terputus dan palsu, bukan warisan dari Nabi.[8]
4. Murid
Murid atau kadang disebut salik adalah orang yang
sedang mencari bimbingan perjalanannya menuju Allah. Dalam pandangan pengikut
tarekat, seorang yang melakukan perjalanan rohani menuju Tuhan tanpa bimbingan
guru yang berpengalaman melewati berbagai tahap (maqamat) dan mampu
mengatasi keadaan jiwa (hal) dalam perjalanan spiritualnya, maka orang
tersebut mudah tersesat.[9]
5. Ajaran
Ajaran adalah praktik-praktik dan ilmu-ilmu tertentu yang
diajarkan dalam sebuah tarekat. Biasanya, masing-masing tarekat memiliki
kekhasan ajaran dan metode khusus dalam mendekati Tuhan. Guru-guru tarekat yang
sama mengajarkan metode yang sama kepada murid-muridnya.[10]
C. Tujuan Tarekat
Tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh
para sufi adalah untuk membina dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan
hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang
terarah dan sempurna. Dalam kegiatan semacam ini, biasanya seorang salik (penempuh
dan pencari hakikat ketuhanan) akan diarahkan oleh tradisi-tradisi ritual khas
yang terdapat dalam tarekat yang bersangkutan sebagai upaya pengembangan untuk
bisa menyampaikan mereka ke wilayah hakikat atau makrifat kepada Allah ‘Azza
wa Jalla. Setiap tarekat memiliki perbedaan dalam menentukan metode dan
prinsip-prinsip pembinaannya. meski demikian, tujuan utama setiap tarekat
tetaplah sama, yakni mengharapkan Hakikat Yang Mutlak, Allah ‘Azza wa Jalla.
Secara umum, tujuan utama setiap tarekat adalah penekanan pada kehidupan
akhirat, yang merupakan titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama.
Sehingga, setiap aktivitas atau amal perbuatan selalu diperhitungkan, apakah
dapat diterima atau tidak oleh Tuhan. Karena itu, Muhammad Amin al-Kurdi
menekankan pentingnya seseorang masuk ke dalam tarekat, agar bisa memperoleh
kesempurnaan dalam beribadah kepada Tuhannya. Menurutnya, minimal ada tiga
tujuan bagi seseorang yang memasuki dunia tarekat untuk menyempurnakan ibadah. Pertama,
supaya “terbuka” terhadap sesuatu yang diimaninya, yakni Zat Allah SWT, baik
mengenai sifat-sifat, keagungan maupun kesempurnaan-Nya, sehingga ia dapat
mendekatkan diri kepada-Nya secara lebih dekat lagi, serta untuk mencapai
hakikat dan kesempurnaan kenabian dan para sahabatnya. Kedua, untuk
membersihkan jiwa dari sifat-sifat dan akhlak yang keji, kemudian menghiasinya
dengan akhlak yang terpuji dan sifat-sifat yang diridhai (Allah) dan berpegang
pada para pendahulu (shalihin) yang telah memiliki sifat-sifat itu. Ketiga,
untuk menyempurnakan amal-amal syariat, yakni memudahkan beramal shalih dan berbuat kebajikan tanpa menemukan
kesulitan dan kesusahan dalam melaksanakannya.[11]
D. Sejarah dan Perkembangan Tarekat
Pada awalnya, tarekat itu merupakan bentuk
praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada orang tertentu. Misalnya,
Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang perlu diamalkan oleh Ali ibn Abi
Thalib. Atau, Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat A untuk banyak
mengulang-ulang kalimat tahlil dan tahmid. Pada sahabat B, Muhammad
memerintahkan untuk banyak membaca ayat tertentu dari surat dalam Alquran.
Ajaran-ajaran khusus Rasulullah itu disampaikan sesuai dengan kebutuhan
penerimanya, terutama berkaitan dengan faktor psikologis.[12]
Pada
abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi, dilanjutkan mulai
ada formulasi syariah. Abad kedua Hijriyah mulai muncul tasawuf. Tasawuf terus
berkembang dan meluas dan mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh luar
adalah filsafat, baik filsafat Yunani, India, maupun Persia. Muncullah sesudah
abad ke-2 Hijriyah golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan
kesucian jiwa untuk taqarrub kepada Allah. Para sufi kemudian membedakan
pengertian-pengertian syariat, tahriqat, haqiqat, dan makrifat. Menurut
mereka syariah itu untuk memperbaiki amalan-amalan lahir, thariqat untuk
memperbaiki amalan-amalan batn (hati), haqiqat untuk mengamalkan segala
rahasia yang gaib, sedangkan makrifat adalah tujuan akhir yaitu mengenal
hakikat Allah baik zat, sifat maupun perbuatanNya. Orang yang telah sampai ke
tingkat makrifat dinamakan wali. Kemampuan luar biasa yang dimilikinya
disebut karamat atau supranatural, sehingga dapat terjadi pada dirinya
hal-hal yang luar biasa yang tidak terjangkau oleh akal, baik di masa hidup
maupun sudah meninggal. Syaikh Abdul Qadir Jaelani (471-561/1078-1168) menurut
pandangan sufi adalah wali tertinggi disebut quthub al-auliya (wali
quthub).[13]
Pada
abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagai kelanjutan
kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat
selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada
abad itu. Setiap tarekat mempunyai syaikh, kaifiyah zikir dan upacara
ritual masing-masing. Biasanya syaikh atau mursyid mengajar
murid-muridnya di asrama latihan rohani yang dinamakan suluk atau ribath.[14]
Kehadiran
tasawuf berikut lembaga-lembaga tarekatnya di Indonesia, sama tuanya dengan
kehadiran Islam itu sendiri sebagai agama yang masuk di kawasan ini. Namun,
tampaknya, dari sekian banyak tarekat yang ada di seluruh dunia, hanya ada
beberapa tarekat yang bisa masuk dan berkembang di Indonesia. Hal itu
dimungkinkan di antaranya karena faktor kemudahan sistem komunikasi dalam
kegiatan transmisinya. Tarekat yang masuk ke Indonesia adalah tarekat yang
populer di Makkah dan Madinah, dua kota yang saat itu menjadi pusat kegiatan
dunia Islam. Faktor lain adalah karena tarekat-tarekat itu dibawa langung oleh
tokoh-tokoh pengembangnya yang umumnya berasal dari Persia dan India. Kedua
negara ini dikenal memiliki hubungan yang khas dengan komunitas Muslim pertama
di Indonesia.[15]
E. Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia
Tarekat-tarekat itu banyak sekali, ada
tarekat-tarekat yang merupakan induk, diciptakan oleh tokoh-tokoh tasawwuf
‘Aqidah, dan ada tarekat-tarekat yang merupakan perpecahan daripada tarekat
induk itu, sudah dipengaruhi oleh pendapat Syeikh-Syeikh tarekat yang
mengamalkan di belakangnya atau oleh keadaan setempat, keadaan bangsa yang
menganut tarekat-tarekat itu. Banyak di antara perpecahan tarekat-tarekat itu
disusun dalam atau diberi istilah-istilah yang sesuai dengan tempat
perkembangannya. Tarekat Naksyabandi misalnya banyak ditulis orang dalam bahasa
dan memakai istilah-istilah Persi.[16]
Sebagaimana kita ketahui, bahwa di Indonesia telah ada badan yang khusus
menumpahkan perhatiannya kepada tarekat-tarekat, yang sudah diselidiki
kebenarannya, yang dinamakan tarekat mu’tabarah (yang dianggap sah –pen).
Seorang tokoh tarekat terkemuka, Dr. Syeikh H. Jalaluddin, telah banyak menulis
tentang tarekat-tarekat, terutama tentang Kadiriyah Naksyabandiyah. Ia
menerangkan, bahwa di antara tarekat yang mu’tabar ada 41 macam, sebagai
berikut:
1. Th. Kadiriyyah, 2. Th. Naksyabandiyah, 3. Th. Syaziliyah, 4. Th.
Rifa’iyyah, 5. Th. Ahmadiyyah, 6. Th. Dasukiyyyah, 7. Th. Akbariyah, 8. Th.
Maulawiyyah, 9. Th. Qurabiyyah, 10. Th. Suhrawardiyyah, 11. Khalwatiyyah, 12.
Th. Jalutiyyah, 13. Th. Bakdasiyah, 14. Th. Ghazaliyah, 15. Th. Rumiyyah, 16.
Th. Jatsiyyah, 17. Th. Sya’baniyyah, 18. Th. Shiddiqiyyah, 19. Th. Qusyasyiyyah,
20. Th. Tijaniyyah, 21. Th. ‘Alawiyyah, 22. Th. ‘Usyaqiyyah, 23. Th. Bakriyyah,
24. Th. ‘Umariyyah, 25. Th. ‘Usmaniyyah, 26. Th. ‘Aliyyah, 27. Th. Abbasiyah,
28. Th. Haddadiyyah, 29. Th. Maghribiyyah, 30. Th. Ghaibiyyah, 31. Th.
Hadiriyyah, 32. Th. Syattariyyah, 33. Th. Bayumiyyah, 34. Th. Aidrusiyyah, 35.
Th. Sanbliyyah, 36. Th. Malawiyyah, 37. Th. Anfasiyyah, 38. Th. Sammaniyyah,
39. Th. Sanusiyyah, 40. Th. Idrisiyah, dan 41. Th. Badawiyyah.[17]
Adapun tarekat-tarekat muktabarah tersebut yang berkembang di Indonesia
antara lain:
1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama
pendirinya, yaitu ‘Abd al-Qadir Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syaikh
‘Abd al-Qadir Jilani al-ghawsts atau quthb al-awliya. Tarekat ini
menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam karena
tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal
munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Kendati struktur
organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah kematiannya, semasa hidup
sang Syaikh telah memberikan pengaruh yang amat besar pada pemikiran dan sikap
umat Islam. Dia dipandang sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan
spiritual. Namun, generasi selanjutnya mengembangkan sekian banyak legenda yang
berkisar pada aktivitas spiritualnya, sehingga muncul berbagai kisah ajaib
tentang dirinya.[18]
Pada awalnya beliau adalah seorang ahli fiqh yang terkenal dalam madzhab
Hambali, kemudian setelah beralih kegemarannya pada ilmu tarekat dan hakekat
menunjukkan keramat dan tanda-tanda yang berlainan dengan kebiasaan
sehari-hari. Orang dapat membaca sejarah hidup dan keanehan-keanehannya dalam
kitab yang dinamakan Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani, asli tertulis dalam
bahasa Arab, dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia tersiar luas di negeri
kita, yang dibaca oleh rakyat pada waktu-waktu tertentu, konon untuk
mendapatkan berkahnya.[19]
Di Indonesia
Tarekat Qadiriyah berkembang dengan baik, bahkan bercabang, seperti Tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.[20]
Proses masuknya Tarekat Qadiriyah ke Indonesia dikisahkan lewat penyair besar
Hamzah Fansuri.[21]
Pada dasarnya
ajaran Syaikh ‘Abd al-Qadir Jilani tidak ada perbedaan yang mendasar dengan
ajaran pokok Islam, terutama golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Sebab, Syaikh
‘Abd al-Qadir adalah sangat menghargai para pendiri mazhab fikih yang empat dan
teologi Asy’ariyah. Dia sangat menekankan pada tauhid dan akhlak terpuji.
Menurut al-Sya’rani, bahwa bentuk dan karakter Tarekat Syaikh Abdul Qadir
Jilani adalah tauhid, sedang pelaksanaannya tetap menempuh jalur syariat lahir
dan batin. [22]
Menurut Syaikh
‘Ali ibn al-Hayti menilai bahwa tarekat Syaikh ‘Abd al-Qadir Jilani adalah
pemurnian akidah dengan meletakkan diri pada sikap beribadah, sedangkan ‘Ady
ibn Musafir mengatakan bahwa karakter Tarekat Qadiriyah adalah tunduk di bawah
garis keturunan takdir dengan kesesuaian hati dan roh serta kesatuan lahir dan
batin. Memisahkan diri dari kecenderungan nafsu, serta mengabaikan keinginan
melihat manfaat, mudarat, kedekatan maupun perasaan jauh.[23]
2. Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya
dengan pendirinya, yakni Abu Hasan al-Syadzili. Selanjutnya nama tarekat ini
dinisbahkan kepada namanya Syadziliyah yang mempunyai ciri khusus yang berbeda
dengan tarekat-tarekat yang lain.[24]
Secara lengkap
nama pendirinya adalah ‘Ali bin Abdullah bin ‘Abd. Al-Jabbar Abu Hasan
al-Syadzili. Silsilah keturunannya mempunyai hubungan dengan orang-orang garis
keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan dengan demikian berarti juga
keturunan Siti Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad SAW. Al-Syadzili sendiri
pernah menuliskan silsilah keturunannya sebagai berikut: ‘Ali bin ‘Abdullah bin
‘Abd. Jabbar bin Yusuf bin Ward bin Batthal bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa bin
Muhammad bin Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib.[25]
Tarekat ini
berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Suriah dan
Semenanjung Arabia, juga di Indonesia (khususnya) di wilayah Jawa Tengah dan
Jawa Timur.[26]
Tarekat
Syadziliyah tidak meletakkan syarat-syarat yang berat kepada Syeikh tarekat,
kecuali mereka harus meninggalkan semua perbuatan maksiat, memelihara segala
ibadat yang diwajibkan, melakukan ibadat-ibadat sunnat sekuasanya, zikir kepada
Tuhan sebanyak mungkin, sekurang-kurangnya, seribu kali sehari semalam,
istighfar seratus kali, shalawat kepada Nabi sekurang-kurangnya seratus kali
sehari semalam, serta beberapa zikir lain. Kitab Syadziliyah meringkaskan
sebanyak dua puluh adab, lima sebelum mengucapkan zikir, dua belas dalam
mengucapkan zikir, dan tiga sesudah mengucapkan zikir.[27]
3. Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka
tasawuf yang terkenal yakni, Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi
al-Bukhari Naqsyabandi (717 H/1318 M-791 H/1389 M), dilahirkan di sebuah desa
Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari.[28]
Tarekat
Naqsyabandiyah adalah sebuah tarekat yang mempunyai dampak dan pengaruh yang
sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda.
Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki,
Suriah, Afganistan, dan India. Di Asia tengah bukan hanya di kota-kota penting,
melainkan di kampung-kampung kecil pun tarekat ini mempunyai zawiyah (padepokan
sufi) dan rumah peristirahatan Naqsyabandi sebagai tempat berlangsungnya
aktivitas keagamaan yang semarak.[29]
Tarekat yang
berkembang di Indonesia adalah Tarekat Naqsyabandiyah, merupakan tarekat yang
jumlah pengikutnya terbesar dan paling luas jangkauan penyebarannya.[30] Tarekat
ini tersebar hampir ke seluruh provinsi yang ada di tanah air, yakni sampai ke
Jawa, Sulawesi Selatan, Lombok, Madura, Kalimantan Selatan, Sumatera,
Semenanjung Malaya, Kalimantan Barat, dan daerah-daerah lainnya. Inilah
satu-satunya tarekat yang terwakili di semua provinsi yang berpenduduk
mayoritas muslim. [31]
Berbeda dengan tarekat lain, Tarekat Naqsyabandiyah tidak hanya menyeru kepada
lapisan sosial tertentu saja, para pengikutnya berasal dari wilayah perkotaan
sampai ke pedesaan, di kota-kota kecil serta ada juga di kota-kota besar, dan dari
semua kelompok profesi. Ada beberapa cabang atau aliran Tarekat Naqsyabandiyah,
seperti: Qadariyah Naqsyabandiyah, Naqsyabandiyah Khalidiyah, Naqsyabandiyah
Samaniyah dan Naqsyabandiyah Mazhariyah. Salah satu dari Tarekat Naqsyabandiyah
yang cukup banyak pengikutnya adalah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang
dikembangkan oleh Prof. DR. Kadirun Yahya, MSc (dikenal dengan sebutan syeikh
Kadirun, yang sekaligus sebagai Mursyid).[32]
4. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Khalwatiyah ialah suatu cabang dari tarekat
aqidah Suhrawardiyah, yang didirikan di Bagdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi (w.
1167 M) dan oleh Umar Suhrawardi (w. 1234 M), yang tiap kali menamakan dirinya
golongan Siddiqiyah, karena mereka menganggap dirinya berasal dari
keturunan Khalifah Abu Bakar. Bidang usahanya yang terbesar terdapat di
Afghanistan dan India. Di antara cabang-cabangnya yang terkenal Jalaliyah,
Jamaliyah, Zainiyah, Safawiyah, Rawshaniyah dan yang akan kita kita bicarakan
Khalawatiyah. Cabang Khalawatiyah didirikan di Khurasan oleh Zahiruddin (w.
1397 M) dan pesat sekali meluasnya di daerah Turki, sehingga bercabang-cabang
pula sangat banyaknya, seperti di Anatolia Jarrahiyah, Ightibashiyah,
Usysyaqiyah, Niyaziyah, Sunbuliyah, Syamsiyah, Gulsaniyah dan Syujaiyah, di
Mesir Dhaifiyah, Hafnawiyah, Saba’iyah, Sawiyah-Dardiyah, dan Maghaziyah, di
Nubiya, di Hejjaz dan di Somali Sahiliyah, di Karbiliya Rahmaniyah.[33]
Tarekat Khalwatiyah di Indonesia banyak dianut
oleh suku Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, atau di tempat-tempat lain di
mana suku itu berada seperti di Riau, Malaysia, Kalimantan Timur, Ambon, dan
Irian Barat.[34]
Nama Khalwatiyah diambil dari nama seorang
sufi ulama dan pejuang Makassar abad ke-17, Syaikh Yusuf al-Makassari
al-Khalwati (tabarruk terhadap Muhammad (Nur) al-Khalwati al-Khawa Rizmi
(w.751/1350)), yang sampai sekarang masih sangat dihormati. Sekarang terdapat dua
cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama. keduanya dikenal dengan
nama Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman. Pengikut kedua cabang
ini secara keseluruhan mencakup 5% dari penduduk provinsi yang berumur diatas
15 tahun; pengikut yang berada di Maros mencapai dua pertiga dari jumlah
penduduk dewasa di daerah tersebut.[35]
Tarekat Khalwatiyah Yusuf disandarkan kepada
nama Syaikh Yusuf al-Makassari dan Tarekat Khalwatiyah Samman diambil dari nama
seorang sufi Madinah abad ke-18 Muhammad al-Samman. Kedua cabang Tarekat
Khalwatiyah ini muncul sebagai tarekat yang sama sekali berbeda, masing-masing
berdiri sendiri, tidak terdapat banyak kesamaan selain kesamaan nama. Terdapat
berbagai perbedaan dalam hal amalan, organisasi, dan komposisi pengikutnya.
Tarekat Khalwatiyah Yusuf dalam berberdzikir mewiridkan nama-nama Tuhan dan
kalimat-kalimat singkat lainnya secara sirr dalam hati, sedangkan
Tarekat Khalwatiyah Samman melakukan dzikir dan wiridnya dengan suara keras dan
ekstatik. Tarekat Khalwatiyah Samman sangat terpusat, semua gurunya tunduk
kepada pimpinan pusat di Maros, sedangkan Tarekat Khalwatiyah Yusuf tidak
mempunyai pimpinan pusat. Cabang-cabang lokal Tarekat Khalwatiyah Samman sering
kali memiliki tempat ibadah sendiri (mushalla, langgar) dan cenderung
mengisolasi diri dari pengikut tarekat lain, sementara pengikut Khalwatiyah
Yusuf tidak mempunyai tempat ibadah khusus dan bebas bercampur dengan
masyarakat yang tidak menjadi anggota tarekat. Anggota Tarekat Khalwatiyah
Yusuf banyak berasal dari kalangan bangsawan Makassar termasuk penguasa
kerajaan Gowa terakhir Andi Ijo Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidid (berkuasa
1940-1960). Tarekat Khalwatiyah Samman lebih merakyat baik dalam hal gaya
maupun komposisi sosial, sebagian besar pengikutnya orang desa.[36]
Ciri menonjol Tarekat Naqsyabandiyah adalah Pertama,
diikutinya syariat secara ketat, keseriuasan dalam beribadah yang menyebabkan
penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai dzikir dalam hati. Kedua,
upaya yang serius dalam mempengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa
serta mendekatkan negara pada agama. Berbeda dengan tarekat lainnya, Tarekat
Naqsyabandiyah tidak menganut kebijaksanaan isolasi diri dalam menghadapi
pemerintahan yang sedang berkuasa saat itu. Sebaliknya ia melancarkan
konfrontasi dengan berbagai kekuatan politik agar dapat mengubah pandangan
mereka. Selain itu tarekat ini pun membebankan tanggung jawab yang sama kepada
para penguasa dan menganggap bahwa upaya memperbaiki penguasa adalah sebagai
pra-syarat untuk memperbaiki masyarakat.[37]
5. Tarekat Syattariyyah
Nama Syattariyyah dinisbatkan kepada Syaikh ‘Abd Allah
al-Syaththari (w. 890 H/1485 M), seorang ulama yang masih memiliki hubungan
kekeluargaan dengan Syihab al-Din Abu Hafsh, Umar Suhrawandi (539-632
H/1145-1234 M), ulama sufi yang memopulerkan Tarekat Suhrawandiyah, sebuah
tarekat yang awalnya didirikan oleh pamannya sendiri, Diya al-Din Abu Najib
al-Suhrawandi (490-563 H/1079-1168 M).[38]
Awal perkembangan Tarekat Syattariyah di
wilayah Melayu-Indonesia tidak dapat dipisahkan dari masa kembalinya Abdurrauf al-Sinkili
dari haramayn pada awal paruh kedua abad 17 tepatnya pada tahun 1661 M setahun
setelah guru utamanya al-Qusyasyi wafat.[39]
Sementara itu, Syaikh Burhanuddin Ulakan diyakini sebagai ulama pertama yang
mengembangkan Tarekat Syattariyyah di Sumatera Barat.[40]
Di Jawa Barat sendiri, ajaran Tarekat Syattariyah dibawa Syaikh Abdul Muhyi,
yang juga adalah murid dari Syaikh Abdurrauf al-Sinkili di Aceh. Murid-murid
Tarekat Syattariyyah di Jawa Barat hingga sekarang masih banyak dijumpai,
antara lain di Pamijahan, Tasikmalaya, Purwakarta, Ciamis, Cirebon, Kuningan,
dan lain-lain.
Demikianlah, hingga saat ini, Tarekat
Syattariyyah masih bertahan di berbagai wilayah di Indonesia, dan menjadi salah
satu tarekat yang senantiasa memperjuangkan rekonsiliasi antara ajaran tasawuf
dengan ajaran syariat, atau apa yang disebut sebagai neosufisme. Tentu saja,
saat ini, perkembangannya tidak sedahsyat pada masa awal kemunculannya, tetapi,
setidaknya Tarekat Syattariyyah masih dapat bertahan di tengah kuatnya arus
modernisasi dan globalisasi.[41]
6. Tarekat Sammaniyah
Nama tarekat ini diambil dari seorang guru taswwuf yang
masyhur, disebut Muhammad Samman, seorang guru tarekat yang ternama di Madinah,
pengajarannya banyak dikunjungi orang-orang Indonesia di antaranya berasal dari
Aceh, dan oleh karena itu tarekatnya banyak tersiar di Aceh, biasa disebut
tarekat Sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada tahun 1720 M.[42]
Tarekat Sammaniyah adalah
tarekat pertama yang mendapat pengikut massal di Nusantara. Hal yang menarik
dari Tarekat Sammaniyah, yang mungkin menjadi ciri khasnya adalah corak wahdat
al-wujud yang dianut dan syahadat yang terucapkan olehnya tidak
bertentangan dengan syariat. Kesimpulan ini bisa dibuktikan dengan mencoba
menafsirkan syahadat yang terucapkan oleh Syaikh Samman. Dan dalam kitab
Manaqib Syaikh al-Waliy al-Syahr sendiri jelas-jelas disebutkan bahwa Syaikh
Samman adalah seorang sufi yang telah menggabungkan antara syariat dan tarekat
(al-jami’ baina al-syari’ah wa al-thariqah).[43]
Mungkin dapat dipastikan bahwa
di daerah Sulawesi Selatan-lah Tarekat Sammaniyah masih banyak para pengikutnya
hingga kini.[44]
Selain di Sulawesi Selatan, denyut kehidupan meriah Tarekat Sammaniyah juga
terjadi di Kalimantan Selatan.[45]
7. Tarekat Tijaniyah
Salah satu tarekat yang terdapat juga di Indonesia di
samping tarekat-tarekat yang lain ialah tarekat Tijaniyah. Dalam tahun berapa
tarekat ini masuk ke Indonesia tidak diketahui orang dengan pasti, tetapi sejak
tahun 1928 mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Seorang Arab yang
tinggal di Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Thayyib Al-Azhari, berasal
dari Madinah, menulis sebuah berkepala “Kitab Munayatul Murid” (Tasikmalaya,
1928 M.) berisi beberapa petunjuk mengenai tarekat ini, dan kitab itu terdapat
tersebar luas di Cirebon khususnya, dan di Jawa Barat umumnya.[46]
Berdasarkan kahadiran Syaikh ‘Ali ibn ‘Abd allah at-Tayyib ke pulau Jawa, maka
Tarekat Tijaniyah ini diperkirakan datang ke Indonesia pada awal abad ke-20 M
(antara 1918 dan1921 M).[47]
Tarekat
Tijaniyah didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Muhamma al-Tijani (1150-1230
H/1737-1815 M) yang lahir di ‘Ain Madi, Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez,
Maroko, dalam usia 80 tahun. Syaikh Ahmad Tijani diyakini kaum Tijaniyah
sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi, dan memiliki banyak
keramat, karena didukung oleh faktor genealogis, tradisi keluarga, dan proses
penempaan dirinya.[48]
Tarekat
Tijaniyah ini mempunyai wirid yang sangat sederhana, dan wazifah yang sangat
mudah. Wiridnya terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus kali, dan
tahlil seratus kali. Boleh dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore, pagi
sesudah sembahyang Subuh sampai sembahyang Dzuha, sore sesudah sembahyang Ashar
sampai sembahyang Isya’. Wazifahnya terdiri dari “astaghfirullah al-adzim
alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyum” (saya minta ampun kepada
Allah, yang tidak ada Tuhan melainkan Dia, Ia selalu hidup dan mengawasi),
sebanyak tigapuluh kali, kemudian dibaca shalatul fatih, yang berbunyi “Allahumma
shalli ala sayyidina Muhammad al-fatihi lima ughliqa, wal khatimi lima sabaqa,
nasirul haqqi bil haqqi, wal hadi ila shiratil mustaqim, wa ala alihi haqqa
qadrihi wa miqdarihil adzim (Ya, Tuhanku! Berikanlah rahmat kepada
penghulu kami Muhammad, yang terbuka baginya apa yang tertutup, yang menjadi
penutup bagi semua yang sudah lampau, pembantu kebenaran dengan kebenaran,
orang yang menunjuki kepada jalan yang benar, begitu juga atas keluarganya
sekadar yang layak dengan kadar yang besar) lima puluh kali, dan bacaan “la
ilaha illallah” (tidak ada Tuhan melainkan Allah) seratus kali,
kemudian barulah ditutup dengan do’a yang dinamakan Jauharatul kamal,
sebanyak dua belas kali, didapat dalam kitab “Fathur Rabbani”, pada halaman
enam puluh. Sebenarnya pembacaan wazifah ini boleh petang hari tapi yang baik
adalah pada malam harinya, sekurang-kurangnya dua kali, pagi dan sore. Khusu
pada hari Jum’at, terdiri dari dzikir tahlil dan Allah, Allah, sebanyak yang
tidak ditentukan sejak sudah sembahyang Ashar sampai terbenamnya matahari.[49]
8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN)
Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah muncul sebagai tarekat
sufi sekitar tahun 1850-an atas kreativitas seorang syaikh sufi asal
Kalimantan, yaitu Ahmad Khatib Sambasi yang pernah bermukim di Makkah. Ia
menyatukan dan mengembangkan metode spiritual dua tarekat sufi besar, yaitu
Qadiriyah dan Naqsyabandiyah menjadi satu tarekat yang saling melengkapi yang
dalam mengantarkan seseorang pada pencapaian spiritual. Secara universal,
ajarannya sama dengan tarekat sufi lainnya, yakni memberikan keseimbangan
secara mendalam bagi para anggotanya dalam menjalankan syariat Islam dan
memelihara segala aspek yang ada di dalamnya. Selain itu, melalui metode
“psikologis-moral”, Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah berusaha membimbing
seseorang agar dapat memahami dan merasakan hakikat beribadah kepada Tuhannya
secara sempurna serta membentuk serta membentuk kesadaran kolektif dalam
membangun kesatuan jamaah spiritual dan moral.[50]
Sebagai lembaga keagamaan, secara tidak
langsung Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah telah membangun sistem sosial-organik
yang cukup kuat di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Hal ini
karena tarekat itu selalu mengembangkan tiga aspek (tradisi) yang terus
diperkenalkan dan diajukan, terutama kepada para anggota jamaahnya. Ketiga
aspek itu adalah: pertama, ajaran pusat teladan (the doctrine of the
exemplary centre) terhadap guru spiritual: syaikh, khalifah atau badal-nya
(pengganti sementara saat syaikh atau khalifah tidak ada –pen). Kedua,
ajaran keruhanian bertingkat (the doctrine of the graded spirituality)
bagi seluruh anggotanya dalam menaiki jenjang spiritual secara kompetitif dan
terbuka. Ketiga, ajaran tentang lingkungan atau wilayah ideal (the
doctrine of the theatre centre), suatu zona yang meniscayakan nilai-nilai
keagamaan dapat terlaksana dan terpelihara dengan baik.[51]
Zamakhsyari Dhofier menyebutkan bahwa di tahun
tujuh puluhan, empat pusat utama TQN di Jawa, yaitu: Rejoso, Jombang di bawah
pimpinan Kiai Tamim; Mranggen dipimpin oleh Kiai Muslih, Suryalaya, Tasikmalaya
di bawah pimpinan K.H. Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom); dan Pegentongan,
Bogor dipimpin oleh Kiai Thohir Falak. Silsilah Rejoso didapat dari jalur Ahmad
Hasbullah, Suryalaya dari jalur Kiai Tholhah. Cirebon dan yang lainnya dari
jalur Syaikh ‘Abd al-Karim Banten dan khalifah-khalifah.[52]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil
kesimpulan antara lain:
Istilah tarekat diambil dari bahasa Arab thariqah yang berarti jalan
atau metode. Sedangkan pengertian tarekat secara istilah adalah suatu jalan
atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengamalkan ilmu Tauhid,
Fikih dan Tasawuf. Ia bisa juga berarti sebuah pengorganisasian dari tasawuf.
Unsur-unsur terpenting dalam tarekat ada lima: 1. Mursyid (guru), 2. Baiat
(janji setia), 3. Silsilah (hubungan antar guru), 4. Murid, dan 5. Ajaran.
Adapun tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh para sufi adalah untuk
membina dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya dalam
kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna.
Pada awalnya, tarekat itu merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan
secara khusus kepada orang tertentu. Misalnya, Rasulullah mengajarkan wirid
atau zikir yang perlu diamalkan oleh Ali ibn Abi Thalib. Kemudian kemunculan
tarekat sendiri diawali dengan pengklasifikasian antara syariat, tahriqat,
haqiqat, dan makrifat oleh para sufi. Barulah pada abad ke-5 Hijriyah atau
13 Masehi muncul tarekat sebagai kelanjutan dari pemikiran kaum sufi tersebut.
Sedangkan kehadiran tarekat di Indonesia sama tuanya dengan kehadiran Islam.
Namun hanya ada beberapa tarekat yang bisa masuk dan berkembang di Indonesia.
Dalam perkembangannya, tarekat-tarekat terpecah menjadi banyak sesuai guru
dan keadaan lingkungan masing-masing. Ada 41 macam tarekat-tarekat yang
dianggap sah, adapun yang berkembang di Indonesia antara lain:
1. Tarekat Qadiriyah
2. Tarekat Syadziliyah
3. Tarekat Naqsyabandiyah
4. Tarekat Khalwatiyah
5. Tarekat Syattariyah
6. Tarekat Sammaniyah
7. Tarekat Tijaniyah
8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
B. Saran
Dalam memahami tarekat tidak cukup hanya
dengan mempelajari sekilas saja. Karena seluk-beluk tarekat sangatlah rumit dan
penuh dengan teka-teki. Sebab ruang lingkup tarekat adalah spiritual yang tidak
bisa dipelajari kecuali dengan pengalaman batiniyah tersendiri.
Daftar Pustaka
Atjeh, Aboebakar, 1985. Pengantar Ilmu
Tarekat (Uraian Tentang Mistik). Solo: Ramadhani.
Burhani, Ahmad Najib, 2002. Tarekat tanpa Tarekat. Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta.
Mulyati, Sri, dkk, 2005. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat
Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Said, H.A. Fuad, 2005. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarta:
Pustaka Al Husna Baru.
Sila, Muh. Adlin, dkk, 2007. Sufi Perkotaan: Menguak Fenomena
Spiritualitas di tengah Kehidupan Modern. Jakarta: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama.
Thohir, Ajid, 2002. Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis
Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qodiriyah-Naqsabandiyah di Pulau Jawa.
Bandung: Pustaka Hidayah.
[1] Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum
Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat
Qadiriyah-Naqsabandiyah di Pulau Jawa, hlm. 47.
[3] H.A. Fuad Said, Hakikat Tarikat
Naqsyabandiyah, hlm. 6.
[4] Ibid.
[5] Sri Mulyati, dkk, Mengenal dan Memahami
Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, hlm. 8.
[6] Ahmad Najib Burhani, Tarekat tanpa
Tarekat, hlm. 36.
[8] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm.
9-10.
[9] Ahmad Najib Burhani, Op.Cit., hlm.
37.
[10] Ibid.
[11] Ajid Thohir, Op.Cit., hlm. 55-56.
[12] Ahmad Najib Burhani, Op.Cit., hlm.
101.
[13] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm. 6.
[15] Ajid Thohir, Op.Cit., hlm. 27-28.
[16] Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat
(Uraian Tentang Mistik), hlm. 303.
[18] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm. 28.
[19] Aboebakar Atjeh, Op.Cit., hlm. 308.
[20] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm.
34.
[24] Ibid, hlm.
57.
[25] Ibid.
[26] Ibid, hlm.
65.
[27] Aboebakar Atjeh, Op.Cit., hlm.
308.
[28] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm. 89.
[30] Muh. Adlin Sila, dkk, Sufi
Perkotaan: Menguak Fenomena Spiritualitas di tengah Kehidupan Modern, hlm.
3.
[31] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm.
102.
[32] Muh. Adlin Sila, dkk, Op.Cit., hlm.3-4.
[33] Aboebakar Atjeh, Op.Cit., hlm. 117.
[34] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm.
117.
[42] Aboebakar Atjeh, Op.Cit., hlm. 350.
[43] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm.
181.
[46] Aboebakar Atjeh, Op.Cit., hlm. 374.
[47] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm.
224.
[49] Aboebakar Atjeh, Op.Cit., hlm.
375-376.
[50] Ajid Thohir, Op.Cit., hlm. 28-29.
[52] Sri Mulyati, dkk, Op.Cit., hlm.
259.
ijin copas ya mas, bwt referensi. makasih.
BalasHapusokey semoga manfaat
BalasHapuslanjut.... & ijin nyimak gan
BalasHapusijin copas kka.. untuk referensi tasawuf
BalasHapusgood mas
BalasHapusAssalamu'alaikum izin copas ya.. buat referensi makalah
BalasHapusIzin Kopas mas Untuk Referensi ..🙏🏻🙏🏻,
BalasHapusTerimakasih Mas
assalam mualaikum izin copas buat referensi makalah ya bang
BalasHapusTerima Kasih bang
https://youtu.be/6XK8gu5BSRY
BalasHapus