Dilema Natal
dan Tahun Baru
Bagi Umat Islam
Bagi Umat Islam
Agama Islam adalah agama yang
menjunjung tinggi nilai toleransi. Islam mengajarkan untuk tidak
membeda-bedakan antar sesama manusia, karena Allah melihat bukan dari lahirnya,
akan tetapi dari ketaqwaannya sebagai mana yang telah disebutkan dalam al-Qur’an.
“Inna akramakum ‘indallahi atqaakum”, yang artinya “Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”.
Tidak hanya itu, Islam bahkan mengajarkan toleransi kepada non-muslim selama
mereka tidak memusihi Islam. Umat Islam dilarang memulai konflik terlebih dahulu kepada mereka. Semua ini diajarkan oleh Islam dengan Nabi Muhammad Saw. sebagai suri tauladannya. Beliau dengan akhlak yang agung mampu mencerminkan bagaimana manusia berpikir, berperilaku dan bersikap baik dalam hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan terutama manusia dengan Tuhannya. Tidak heran umat Islam disebut-sebut sebagai umat rahmatan lil alamin, yakni rahmat bagi alam semesta.
mereka tidak memusihi Islam. Umat Islam dilarang memulai konflik terlebih dahulu kepada mereka. Semua ini diajarkan oleh Islam dengan Nabi Muhammad Saw. sebagai suri tauladannya. Beliau dengan akhlak yang agung mampu mencerminkan bagaimana manusia berpikir, berperilaku dan bersikap baik dalam hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan terutama manusia dengan Tuhannya. Tidak heran umat Islam disebut-sebut sebagai umat rahmatan lil alamin, yakni rahmat bagi alam semesta.
Meski begitu, Islam sebagaimana agama lain juga menjaga serta menjunjung
tinggi nilai akidah. Islam memberikan batasan-batasan dalam hubungan-hubungan
manusia agar tidak menyimpang dari akidah yang lurus. Seorang muslim tidak
boleh melakukan perkara sekecil apapun yang dapat merusak akidah. Di antara
perkara yang dapat merusak akidah dan banyak dilakukan oleh orang awam adalah
mengucapkan “Selamat Natal” kepada umat Kristiani yang sedang merayakan Natal.
Memang dalam mengucapkan selamat Natal ini ada perbedaan pendapat di antara
para ulama, apakah hukumnya haram ataukah boleh. Namun, hukum mengucapkan
selamat Natal di sini berbeda dengan hukum mengikuti Natal. Jika terdapat
perbedaan pendapat dalam hukum mengucapkan Natal, adapun mengenai hukum
mengikuti perayaan Natal bagi umat Islam maka ulama sepakat bahwa hukumnya
adalah haram.
Mengenai perayaan tahun baru masehi, jika kita runtut sejarahnya, maka
sebenarnya adalah perayaan umat Kristiani.
Namun, pada umumnya di berbagai negara termasuk Indonesia, fenomena ini tidak
hanya dirayakan oleh orang-orang Kristen, melainkan menjadi semacam budaya yang
dirayakan oleh masyarakat umum, termasuk umat Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai perayaan tahun baru bagi umat Islam. Pertama, perayaan malam tahun baru adalah ibadah orang
kafir, karena menilai dari sejarah penetapan kalender masehi tersebut yang
dilatarbelakangi oleh budaya keberhalaan yang dibawa oleh orang-orang Nasrani. Kedua,
menyerupai orang kafir. Ketiga, dianggap sebagai perayaan yang dipenuhi
maksiat. Keempat, termasuk Bid’ah ketika dalam malam tahun baru tersebut
ada budaya berdoa besama, renungan malam, dan lain sebagainya yang tidak ada
tuntunannya dari Nabi Saw.
Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pelaksanaan perayaan tahun baru dalam
Islam adalah haram, melihat kondisi serta situasi dalam perayaan tersebut yang
dapat merusak iman. Akan tetapi dengan landasan ikut serta dalam artian tanpa
mengikuti pelaksanaan kegiatan yang bernilai ibadah non-muslim atau dengan niat
tidak ikut merayakan, maka sebagian pendapat membolehkan hal tersebut dengan
argumentasi institusi agama Islam mengadakan hari libur pada saat perayaan
tersebut, sehingga hal tersebut tidak dapat dikategorikan ikut merayakan.
Islam memang memiliki
ketegasan dalam mengatur akidah dan ibadah. Tidak diperbolehkan bagi seorang
muslim untuk mengikuti ibadah dan keyakinan agama lain. Namun, Islam sebagai
agama yang bersifat universal juga merupakan agama yang mengedepankan toleransi
terhadap sesama. Agama Islam tidak melarangan umatnya untuk berinteraksi dengan
orang yang tidak seiman, selama orang tersebut tidak memusuhi agama Islam. Maka
solusinya dalam menyikapi perayaan Natal ataupun perayaan tahun baru masehi
adalah meletakkan batas tertentu dalam interaksi berlandaskan toleransi,
seperti sikap tegas dalam tatanan toleransi ibadah.
Pemahaman mendalam terhadap
ajaran Islam juga perlu diajarkan ke setiap lapisan masyarakat. Karena tanpa
pemahaman yang mendalam ini, akan ada banyak orang yang terpengaruh untuk
mengikuti kebiasaan pemeluk agama lain yang bisa mejurus kepada melemahnya
keimanan. Ini merupakan tugas seluruh umat Islam untuk berdakwah kepada
sesamanya agar agama rahmatan lil ‘alamin ini menjadi agama yang kokoh dan
tidak goyah oleh akidah-akidah agama lain.
Terakhir adalah kita perlu
memperkuat budaya Islam kita sendiri. Jangan sampai umat Islam terhanyut oleh
kebudayaan agama lain sepeti Natal dan tahun baru masehi. Kita perlu meramaikan
budaya kita sendiri seperti maulid Nabi Saw. dan juga tahun baru hijriyah.
Jangan sampai di Indonesia yang penduduknya mayoritas penduduknya beragama
Islam ini perayaan natalnya lebih meriah daripada peningatan Maulid Nabi
ataupun perayaan tahun baru masehi lebih meriah daripada perayaan tahun baru
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar