Jumat, 15 Mei 2015

Dilema Natal dan Tahun Baru Bagi Umat Islam

Dilema Natal dan Tahun Baru
Bagi Umat Islam
            Agama Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai toleransi. Islam mengajarkan untuk tidak membeda-bedakan antar sesama manusia, karena Allah melihat bukan dari lahirnya, akan tetapi dari ketaqwaannya sebagai mana yang telah disebutkan dalam al-Qur’an. “Inna akramakum ‘indallahi atqaakum”, yang artinya “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”. Tidak hanya itu, Islam bahkan mengajarkan toleransi kepada non-muslim selama
mereka tidak memusihi Islam. Umat Islam dilarang memulai konflik terlebih dahulu kepada mereka. Semua ini diajarkan oleh Islam dengan Nabi Muhammad Saw. sebagai suri tauladannya. Beliau dengan akhlak yang agung mampu mencerminkan bagaimana manusia berpikir, berperilaku dan bersikap baik dalam hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan terutama manusia dengan Tuhannya. Tidak heran umat Islam disebut-sebut sebagai umat rahmatan lil alamin, yakni rahmat bagi alam semesta.
Meski begitu, Islam sebagaimana agama lain juga menjaga serta menjunjung tinggi nilai akidah. Islam memberikan batasan-batasan dalam hubungan-hubungan manusia agar tidak menyimpang dari akidah yang lurus. Seorang muslim tidak boleh melakukan perkara sekecil apapun yang dapat merusak akidah. Di antara perkara yang dapat merusak akidah dan banyak dilakukan oleh orang awam adalah mengucapkan “Selamat Natal” kepada umat Kristiani yang sedang merayakan Natal. Memang dalam mengucapkan selamat Natal ini ada perbedaan pendapat di antara para ulama, apakah hukumnya haram ataukah boleh. Namun, hukum mengucapkan selamat Natal di sini berbeda dengan hukum mengikuti Natal. Jika terdapat perbedaan pendapat dalam hukum mengucapkan Natal, adapun mengenai hukum mengikuti perayaan Natal bagi umat Islam maka ulama sepakat bahwa hukumnya adalah haram.
Mengenai perayaan tahun baru masehi, jika kita runtut sejarahnya, maka sebenarnya  adalah perayaan umat Kristiani. Namun, pada umumnya di berbagai negara termasuk Indonesia, fenomena ini tidak hanya dirayakan oleh orang-orang Kristen, melainkan menjadi semacam budaya yang dirayakan oleh masyarakat umum, termasuk umat Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai perayaan tahun baru bagi umat Islam. Pertama,  perayaan malam tahun baru adalah ibadah orang kafir, karena menilai dari sejarah penetapan kalender masehi tersebut yang dilatarbelakangi oleh budaya keberhalaan yang dibawa oleh orang-orang Nasrani. Kedua, menyerupai orang kafir. Ketiga, dianggap sebagai perayaan yang dipenuhi maksiat. Keempat, termasuk Bid’ah ketika dalam malam tahun baru tersebut ada budaya berdoa besama, renungan malam, dan lain sebagainya yang tidak ada tuntunannya dari Nabi Saw.
Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pelaksanaan perayaan tahun baru dalam Islam adalah haram, melihat kondisi serta situasi dalam perayaan tersebut yang dapat merusak iman. Akan tetapi dengan landasan ikut serta dalam artian tanpa mengikuti pelaksanaan kegiatan yang bernilai ibadah non-muslim atau dengan niat tidak ikut merayakan, maka sebagian pendapat membolehkan hal tersebut dengan argumentasi institusi agama Islam mengadakan hari libur pada saat perayaan tersebut, sehingga hal tersebut tidak dapat dikategorikan ikut merayakan.
Islam memang memiliki ketegasan dalam mengatur akidah dan ibadah. Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengikuti ibadah dan keyakinan agama lain. Namun, Islam sebagai agama yang bersifat universal juga merupakan agama yang mengedepankan toleransi terhadap sesama. Agama Islam tidak melarangan umatnya untuk berinteraksi dengan orang yang tidak seiman, selama orang tersebut tidak memusuhi agama Islam. Maka solusinya dalam menyikapi perayaan Natal ataupun perayaan tahun baru masehi adalah meletakkan batas tertentu dalam interaksi berlandaskan toleransi, seperti sikap tegas dalam tatanan toleransi ibadah.
Pemahaman mendalam terhadap ajaran Islam juga perlu diajarkan ke setiap lapisan masyarakat. Karena tanpa pemahaman yang mendalam ini, akan ada banyak orang yang terpengaruh untuk mengikuti kebiasaan pemeluk agama lain yang bisa mejurus kepada melemahnya keimanan. Ini merupakan tugas seluruh umat Islam untuk berdakwah kepada sesamanya agar agama rahmatan lil ‘alamin ini menjadi agama yang kokoh dan tidak goyah oleh akidah-akidah agama lain.

Terakhir adalah kita perlu memperkuat budaya Islam kita sendiri. Jangan sampai umat Islam terhanyut oleh kebudayaan agama lain sepeti Natal dan tahun baru masehi. Kita perlu meramaikan budaya kita sendiri seperti maulid Nabi Saw. dan juga tahun baru hijriyah. Jangan sampai di Indonesia yang penduduknya mayoritas penduduknya beragama Islam ini perayaan natalnya lebih meriah daripada peningatan Maulid Nabi ataupun perayaan tahun baru masehi lebih meriah daripada perayaan tahun baru Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar