Reading Course Filsafat-Etika Komunikasi
Judul Buku :
Pintu Masuk ke Dunia Filsafat
Pengarang :
Dr. Harry Hamersma
Penerbit :
Kanisius
Tahun Terbit :
2000
Kota Terbit :
Yogyakarta
Dalam
buku ini saya mempelajari tentang pengantar menuju dunia filsafat. Filsafat
sendiri ada karena rasa ingin tahu manusia terhadap segala sesuatu. Rasa
keingintahuan manusia ini pada hakikatnya
tidak akan habis. Setiap manusia menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat keingintahuan tersebut, manusia akan menemukan pertanyaan-pertanyaan lain dan begitulah seterusnya. Namun pertanyaan-pertanyaan ini mungkin saja tidak terjawab oleh filsafat. Hanya saja, filsafat adalah tempat di mana pertanyaan-pertanyaan ini dikumpulkan, diterangkan, dan diteruskan.
tidak akan habis. Setiap manusia menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat keingintahuan tersebut, manusia akan menemukan pertanyaan-pertanyaan lain dan begitulah seterusnya. Namun pertanyaan-pertanyaan ini mungkin saja tidak terjawab oleh filsafat. Hanya saja, filsafat adalah tempat di mana pertanyaan-pertanyaan ini dikumpulkan, diterangkan, dan diteruskan.
Filsafat
erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Keduanya berisi pengetahuan-pengetahuan
yang metodis dan sistematis. Akan tetapi ilmu pengetahuan hanya koheren
(bertalian) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan saja (khusus).
Sedangkan filsafat koheren tentang seluruh kenyataan (umum).
Kata
filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani philos, yang berarti cinta,
dan sophia, yang berarti hikmat atau pengetahuan. Yang mendorong manusia
untuk berfilsafat seperti ini ada tiga hal., antara lain keheranan, kesangsian,
dan kesadaran akan keterbatasan.
Dari
buku Pintu Masuk ke Dunia Filsafat ini, saya menemukan ada sepuluh
cabang filsafat. Kesepuluh cabang filsafat dapat dikempokkan menjadi empat
bagian:
1. Filsafat tentang pengetahuan, antara lain
terdiri dari epistemologi, logika dan kritik ilmu-ilmu.
2. Filsafat tentang keseluruhan kenyataan,
terdiri dari metafisika umum (ontologi) dan metafisika khusus (teologi
metafisik, antropologi, kosmologi).
3. Filsafat tentang tindakan, yang terdiri dari
etika dan estetika.
4. Sejarah filsafat.
Sepuluh cabang-cabang filsafat tersebut antara
lain:
1. Epistemologi, yakni membicarakan tentang
bagaimana dan dari mana pengetahuan tersebut didapat.
2. Logika, yakni cabang filsafat yang menyelidiki
kesehatan cara berpikir serta aturan-aturan yang harus dihormati agar
pernyataan-pernyataan kita sah.
3. Kritik ilmu-ilmu, membicarakan tentang
pembagian, metode, dasar kepastian ilmu dan keterangan yang diberikan oleh
ilmu.
4. Metafisika umum atau ontologi, yaitu cabang
filsafat yang membicarakan tentang segala sesuatu sejauh itu “ada”.
5. Teologi metafisik yang membicarakan tentang
adanya Allah, tanpa melihat melalui agama dan wahyu.
6. Anropologi, yakni cabang filsafat yang
berbicara tentang manusia.
7. Kosmologi yang berbicara tentang dunia.
8. Etika, yakni cabang filsafat yang berbicara
tentang tingkah laku dan perbuatan manusia yang kaitannya dengan baik atau
buruk.
9. Estetika yang berbicara tentang keindahan.
10. Sejarah filsafat yaitu cabang filsafat yang
mengumpulkan hasil penyelidikan semua cabang filsafat.
Dalam
sejarah filsafat biasanya dibedakan menjadi tiga tradisi besar, yaitu filsafat
India, filsafat Cina, dan filsafat Barat. Filsafat India dan Cina terikat pada
geografis, politis, dan kultural dari Cina dan subkontinen India. Sementara
filsafat Barat lebih abstrak karena memuat pemikir-pemikir dari Eropa, Asia,
Afrika dan Amerika. Termasuk filsafat Barat adalah filsafat Yunani, filsafat
Hellenistis, filsafat Kristiani, filsafat Islam, filsafat renaisans, zaman
modern, dan masa kini.
1. Filsafat India
Filsafat India
berpangkal pada keyakinan bahwa ada kesatuan antara manusia dan alam serta
harmoni antara manusia dan kosmos. Dalam buku disebutkan “Orang India tidak
belajar untuk “menguasai” dunia, melainkan untuk berteman dengan dunia.”
Ada lima
periode dari filsafat India:
1. Zaman Weda (2000 – 600 SM)
Zaman ini adalah zaman terbentuknya literatur
suci, yaitu kitab Weda. Zaman ini juga sebagai masa refleksi filsafat dalam
Upanisad.
2. Zaman Skeptisisme (200 SM – 300 M)
Di zaman ini muncul reaksi terhadap ritualisme
dan spekulasi. Muncul juga Buddhisme dan Jainisme. Sebagai kontra-reformasi,
muncul dalam Hinduisme enam sekolah ortodoks (Saddharsana). Enam sekolah ini
antara lain: Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Purwa-Mimamsa, dan Ynana.
3. Zaman Puranis (300 – 1200 M)
Setelah tahun 300, Buddhisme mulai lenyap dari India.
Pemikiran india pada masa ini dikuasai oleh spekulasi teologis, terutama
mengenai inkarnasi dewa-dewa.
Di zaman ini juga terjadi perkembangan
karya-karya mitologis, terutama yang berhubungan dengan Siwa dan Wisnu.
4. Zaman Muslim (1200 – 1757 M)
Ada dua nama yang menonjol pada zaman ini.
Yang pertama adalah pengarang syair Kabir yang mencoba mengembangkan agama yang
universal. Kedua adalah Guru Nanak yang mencoba menyerasikan antara Islam dan
Hinduisme.
5. Zaman Modern (setelah 1757 M)
Di zaman ini pengaruh pemikiran Barat mulai
masuk. Akhirnya nilai-nilai klasik di India mengalami kebangkitan kembali
disertai dengan pembaruan sosial.
2. Filsafat Cina
Tema pokok dari
filsafat dan kebudayaan Cina adalah perikemanusiaan. Filsafat Cina lebih
antroposentris dan juga pragmatis: selalu diajarkan bagaimana manusia harus
bertindak supaya keseimbangan antara dunia dan surga tercapai.
Sepanjang
sejarah filsafat Cina ada tiga tema penting:
1. Harmoni, yakni harmoni antara manusia dengan
sesama, manusia dengan alam dan manusia dengan surga
2. Toleransi, baik berupa keterbukaan berpendapat
hingga dalam bidang agama.
3. Perikemanusiaan, dalam filsafat Cina, manusia
pada hakikatnya baik, dan ia jugalah yang menentukan kebahagiaannya.
Filsafat Cina
dapat dibagi menjadi empat periode besar:
1. Zaman Klasik (600 – 200 SM)
Menurut tradisi, di zaman ini debedakan
seratus sekolah filsafat, semuanya memiliki ajaran yang berbeda-beda. Namun ada
sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum. Konsep-konsep seperti misalnya tao
(‘jalan’), te (‘keutamaan’ atau ‘seni hidup’), yen (‘perikemanusiaan’),
i (‘keadilan’), ti’en (‘surga’) dan yin-yang (harmoni
kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip pasif-perempuan). Terdapat
beberapa sekolah terpenting antara lain: Konfusianisme, Taoisme, Yin-Yang,
Moisme, Dialektik dan Legalisme.
2. Zaman Neo-taoisme dan Buddhisme (200 SM – 1000
M)
Bersamaan dengan berkembangnya Buddhisme di
Cina, Tao diartikan sama dengan Nirwana dalam ajaran Buddha, yaitu
“transendensi di seberang segala nama dan konsep”, “di seberang adanya”.
3. Zaman Neo-konfusianisme (1000 – 1900 M)
Di zaman ini Konfusianisme klasik kembali
menjadi ajaran utama setelah Buddhisme tidak lagi dianggap cocok dengan corak
berpikir Cina.
4. Zaman Modern (setelah 1900 M)
Di zaman ini pengaruh filsafat Barat cukup
besar. Setelah itu, mulai muncul kecenderungan untuk kembali kepada
tradisi-tradisi pribumi. Akhirnya pada tahun 1950, filsafat Cina dikuasai
pemikiran Marx, Lenin, dan Mao Tse Tung.
3. Filsafat Barat
Dalam sejarah
filsafat Barat dibedakan empat periode besar:
1. Zaman Kuno (600 SM – 400 M)
Diawali dengan masa Pra-sokratis yang lebih
fokus pada filsafat alam. Kemudian masa keemasan Yunani dicapai pada Socrates,
Plato, dan Aristoteles. Setelah itu muncullah filsafat Hellenisme (Yunani) yang
memiliki tiga aliran yaitu: Stoisisme, Epikurisme, dan Neo-platonisme.
2. Zaman Patristik dan Skolastik (400 – 1500 M)
Masa ini dipengaruhi oleh pemikiran Kristiani.
Patristik sendiri berarti Bapa-bapa Gereja karena merekalah yang mengajarkan
pemikiran-pemikiran yang kaya pada zaman ini. Kemudian pada sekitar tahun 1000
dinamakan zaman Skolastik karena filsafat diajarkan di sekolah-sekolah dan
universitas-universitas.
3. Zaman Modern (1500 – 1800 M)
Dibagi menjadi empat zaman:
1. Zaman Renaisans
Renaisans artinya kelahiran kembali. Pada zaman ini
kebudayaan klasik dihidupkan kembali. Filsafat di zaman ini lebih terfokus pada
obyek manusia.
2. Zaman Barok
Filsafat pada zaman ini menekankan
kemungkinan-kemungkinan akal budi manusia (rasionalisme).
3. Zaman Fajar Budi
Pada zaman ini manusia dianggap “dewasa”. Muncul sintesis
dari Rasionalisme dan Empirisme.
4. Zaman Romantik
Aliran pada zaman ini adalah Idealisme yang lebih
mementingkan ide-ide. Berlawanan dengan Materialisme yang mementingkan
material.
4. Zaman Sekarang (setelah 1800 M)
Di zaman ini banyak aliran bermunculan. Diantaranya yang
berpengaruh: Positivisme, Marxisme, Eksistensialisme, Pragmatisme,
Neokantianisme, Neotomisme, dan Fenomenologi.
Mengapa
kita harus belajar filsafat? Tampaknya filsafat memang tidak memberikan hasil
yang benar-benar konkret bagi kita semua. Karya-karya filsafat layaknya sebuah
“kacamata pribadi” bagi seorang filsuf untuk melihat dunia. Yang akhirnya
filsafat melahirkan interpretasi-interpretasi mengenai dunia. Namun
interpretasi-interpretasi ini tetap aktual sepanjang masa. Inilah perbedaan
mendasar antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Suatu ilmu tertentu yang
memiliki pendapat “ilmiah” dari masa lalu akan menjadi “pra-ilmiah” setelah
mencapai suatu tahap yang lebih dewasa. Berbeda dengan filsafat, pendapat dan
pertanyaan-pertanyaan masa kini tidak berarti lebih aktual dan lebih benar
daripada pendapat dan pertanyaan masa lalu. Filsafat merupakan refleksi
pemikiran yang memperhatikan keseluruhan, menekankan kebebasan, akal budi dan
keterbukaan, tidak pernah usang oleh bergulirnya zaman.
Tugas
filsafat menurut para filsuf adalah untuk berpikir kritis tentang alam raya dan
tentang tempat kita di dalamnya (menurut Karl Popper), berpikir ulang dengan
sikap keterbukaan dan penghargaan (Gabriel Marcel), penyelidikan kritis
mengenai hasil ilmu-ilmu abstrak untuk mencapai suatu gambaran yang lebih
menyeluruh (Alfred North Whitehead).
Tidak begitu penting uraian mana yang dipilih.
Yang penting adalah adanya sikap tertentu, yaitu sikap keterbukaan. Cakrawala
pengetahuan kita semakin luas, namun kita tidak boleh melupakan bahwa
pengetahuan yang luas ini tidak pernah utuh. Kita tidak memiliki kebenaran.
Filsafat mencari kebenaran, dan itu mulai dengan menyadari betapa sedikit yang
sungguh kita ketahui.
Sebenarnya
semua orang memiliki “filsafat”, berupa suatu pandangan mengenai dunia,
mengenai makna hidup, norma-norma untuk tindakan dan nilai-nilai yang patut
dipertahankan. Dalam arti ini, maka semua orang adalah “filsuf”, dan untuk
filsafat ini tidak dibutuhkan suatu studi khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar